KEISTIMEWAAN PADA HARI JUM'AT
Khutbah
Pertama:
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ
أَفْضَلَ أَيَّامِ الْأُسْبُوْعِ وَجَعَلَ فِيْهِ سَاعَةً الدُّعَاءُ فِيْهَا
مُجَابٌ وَمَسْمُوْعٌ وَخَصَّهُ بِخَصَائِصَ لِيَعْرِفَ النَّاسُ قَدْرَهُ
فَيَقُوْمُوْا بِهِ عَلَى الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْقَوِيُّ القَهَّارُ مُبِيْدُ
الأَجْنَادِ وَالجُمُوْعِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَتْقَى عَابِدٍ وَأَهْدَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ فِيْ القُنُوْتِ وَالْخُضُوْعِ، وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
وَاشْكُرُوْهُ أَنْ جَعَلَكُمْ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَاخْتَصَّكُمُ اللهَ بِيَوْمٍ
عَظِيْمٍ يَتَكَرَّرُ عَلَيْكُمْ كُلَّ أُسْبُوْعٍ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
memuliakan kita dengan agama yang mulia serta menjadikan untuk kita hari Jumat
sebagai sebaik-baik hari dalam setiap pekan dengan berbagai kekhususan dan
keistimewaan.
Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk
diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala semata serta
saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum muslimin yang
senantiasa di atas petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala serta mensyukuri berbagai nikmat-Nya. Di antaranya adalah keutamaan
yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari Jumat sebagai
keistimewaan umat ini yang tidak diberikan pada umat sebelumnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ
وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللهِ
“Sesungguhnya hari Jumat itu adalah pemimpin seluruh hari dan hari
paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ibnu Majah
dinyatakan sahih oleh al-Albani rahimahullah)
Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk mencontoh
suri teladannya yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam mengistimewakan hari yang mulia ini.
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa di antara petunjuk Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan hari tersebut dengan berbagai
amalan yang tidak dilakukan pada hari lainnya.
Di antaranya adalah bahwa pada pagi harinya yaitu ketika shalat
subuh disunnahkan untuk membaca surat as-Sajdah pada rakaat pertama dan
al-Insan pada rakaat kedua. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits,
كَانَ النَّبِيُّ صل الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي
الْجُمُعَةِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ }آلم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ } و }َهَلْ أَتَى
عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ}
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat,
ketika shalat subuh membaca alif laam miim tanzil’ as-Sajdah dan ‘hal ata
‘alal-insan hinun minad dahri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Di antara hikmah dibacanya dua surat tersebut adalah agar kita
mengambil pelajaran dari kisah Nabiyullah Adam ‘alaihis salam serta
mengingatkan kita dengan kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti. Sebab,
dua surat
tersebut menyebutkan penciptaan Nabi Adam ‘alaihis salam dan peristiwa
hari kiamat yang akan terjadi nanti pada hari Jumat.
Di samping itu, disunnahkan pula untuk membaca surat al-Kahfi,
sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan
al-Baihaqi, serta dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.
Hanya saja surat
ini bukan dibaca pada saat shalat, namun dibaca di luar shalat, baik pada pagi
harinya sebelum shalat Jumat maupun siang dan sore harinya setelah shalat
Jumat.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk kekhususan hari Jumat adalah disunnahkannya memperbanyak
shalawat kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
malam dan pagi harinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ
“Sesungguhnya hari
kalian yang paling utama adalah hari Jumat, maka perbanyaklah bershalawat
kepadaku pada hari tersebut.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan sahih oleh
al-Albani rahimahullah)
Bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat dianjurkan. Selain karena keutamaannya yang besar, juga-sebagaimana
dijelaskan oleh para ulama- karena beliau adalah sosok mulia yang menjadi sebab
datangnya kebaikan-kebaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas umat ini.
Beliau lebih besar kebaikannya kepada kita daripada orang tua dan
saudara-saudara kita sendiri, sehingga sudah selayaknya bagi kaum muslimin
untuk memperbanyak shalawat dan salam untuk beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Di antara kekhususan hari Jumat adalah mandi dan membersihkan tubuh
pada hari itu serta memperbagus penampilan dengan memotong kuku, merapikan
kumis, memakai wewangian dan pakaian terbagus yang dimiliki karena hari
tersebut adalah hari raya yang datang setiap pekan.
Di samping itu, hari tersebut adalah hari berkumpulnya kaum muslimin
untuk menjalankan shalat Jumat sehingga seorang muslim pada kesempatan tersebut
berusaha untuk berpenampilan sebaik-baiknya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Termasuk kekhususan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan
pada hari Jumat adalah ditegakkannya shalat dan khutbah pada hari tersebut.
Telah datang ancaman yang keras bagi orang yang tidak menjalankan kewajiban ini
sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ
أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ
الْغَافِلِينَ
“Sungguh orang-orang berhenti dari meninggalkan shalat Jumat atau
(kalau tidak) sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup hati-hati
mereka kemudian sungguh mereka akan terus menjadi orang-orang yang lalai.” (HR.
Muslim)
Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk menjalankannya
kecuali orang-orang yang sedang dalam perjalanan dalam jarak safar. Tidak ada
kewajiban bagi mereka sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu bahwa ketika dalam perjalanan
safar untuk menunaikan ibadah haji mereka tidak menjalankan shalat Jumat.
Mereka tidak wajib menjalankannya, tetapi jika mereka ikut shalat Jumat bersama
penduduk suatu daerah, hal itu sudah mencukupi sehingga shalatnya pun tetap
sah.
Adapun kaum muslimin yang wajib untuk menjalankannya tidak boleh
meninggalkannya, bahkan semestinya mereka berusaha mendatanginya di awal waktu.
Dengan menghadirinya di awal waktu, seseorang akan mendapatkan banyak
keutamaan. Di antaranya dia akan mendapatkan keutamaan memperoleh shaf pertama
dan mendapatkan keutamaan menunggu shalat serta mendapatkan kesempatan untuk
memperbanyak shalat sunnah dan berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dan yang semisalnya.
Semua ini tidak akan didapat oleh orang yang datang terakhir atau
belakangan ketika menghadiri shalat Jumat. Begitu pula apabila dia
mendatanginya dengan jalan kaki maka akan lebih sempurna dan mendapatkan
keutamaan yang lebih besar.
Hadirin rahimakumullah,
Khutbah yang dilakukan dalam rangkaian shalat Jumat juga termasuk
kekhususan yang ada pada hari tersebut. Khutbah Jumat memiliki maksud di
antaranya untuk memanjatkan pujian dan pengagungan terhadap Allah Subhanahu
wa Ta’ala serta persaksian kita untuk mengesakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dalam seluruh bentuk ibadah dan membenarkan seluruh ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitu pula, khutbah Jumat memiliki maksud sebagai peringatan bagi
kaum muslimin agar takut dari kerasnya azab Allah Subhanahu wa Ta’ala,
serta sebagai nasihat dan wasiat agar mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk mendapatkan rahmat-Nya. Dengan demikian, hadirnya kaum muslimin
untuk mendengarkan khutbah adalah sesuatu tuntutan yang diinginkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Hadirin rahimakumullah,
Di antara kekhususan pada hari tersebut adalah adanya waktu yang
mustajab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ
يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Pada hari tersebut (Jumat) ada saat yang tidaklah seseorang muslim
mendapatinya dalam keadaan shalat dengan berdoa meminta kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala sesuatu kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
mengabulkannya.” (HR. Muslim)
Maka dari itu, kesempatan tersebut tentunya tidak akan dilewatkan
begitu saja oleh kaum muslimin. Yaitu dengan bersungguh-sungguh dalam berdoa
lebih-lebih pada saat shalat, baik pada saat mengikuti shalat Jumat, yaitu
ketika sujud dan ini adalah saat terdekatnya seorang hamba dengan Allah Subhanahu
wa Ta’ala maupun setelah membaca tasyahhud. Ataupun dengan berusaha
mendapatkan waktu yang mustajab tersebut setelah shalat ashar di hari itu
hingga menjelang tenggelamnya matahari. Yaitu pada saat shalat tahiyatul masjid
ketika menunggu waktu shalat maghrib di hari tersebut atau di luar shalat yaitu
pada waktu setelah shalat ashar hingga menjelang waktu maghrib.
Hadirin rahimakumullah,
Demikian sebagian kekhususan dan keistimewaan hari Jumat.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada
kita semua untuk bisa mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam mengistimewakan hari yang penuh keutamaan ini.
اَللَّهُمَّ بَصِرْنَا بِدِيْنِكَ ، وَوَفِقْنَا
لِاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ، وَأَعِذْنَا
مِنَ الْفِتَنِ كُلِّهَا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ إِنَّكَ سَمِيْعُ
الدُّعَاءِ وَأَنْتَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَأَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.
Khutbah
Kedua:
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ شَرَعَ لِعِبَادِهِ
الجُمَعَ وَالجَمَاَعَاتِ لِيُطَهِّرَهُمْ بِهَا مِنَ السَّيِّئَاتِ وَيَرْفَعُ
بِهَا الدَّرَجَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ فِيْ رُبُوْبِيَّتِهِ وَأُلُوْهِيَّتِهِ وَالأَسْمَاءِ والصِّفَاتِ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً ا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَنْزَلَ عَلَيْهِ ا يْآلَاتِ
البَيِّنَاتِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita
senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mensyukuri
nikmat berupa dikaruniakannya hari yang mulia ini, dengan bersegera menghadiri
shalat Jumat serta bersungguh-sungguh dalam mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mendapatkan keutamaan-keutamaannya.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diingat bahwa seseorang apabila telah sampai di masjid
seharusnya dia segera menuju shaf terdepan dan segera menyibukkan dirinya dengan
shalat, membaca al-Qur’an, berzikir, dan semisalnya. Jadi, tidaklah tepat,
justru menyelisihi sunnah apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ketika
mereka telah sampai di masjid pada awal waktu tetapi memilih tempat di shaf
belakang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ
اللهُ
“Orang-orang selalu saja ingin berada di(shaf) akhir sehingga Allah Subhanahu
wa Ta’ala pun mengakhirkan mereka.” (HR. Muslim)
Demikianlah balasan sesuai dengan amalannya, sehingga orang-orang
yang selalu memilih di shaf akhir Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menjadikan mereka termasuk dari orang-orang yang terakhir masuk ke dalam
jannah.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwasanya tidak ada sebelum shalat Jumat, shalat
sunnah rawatib atau shalat sunnah yang mengiringi sebelumnya, namun
disyariatkan untuk shalat sunnah sebanyak-banyaknya sampai datangnya waktu
khutbah.
Adapun setelahnya, maka disunnahkan untuk shalat sunnah rawatib
empat rakaat apabila dilakukan di masjid atau dua rakaat apabila dilakukan di
rumah sebagaimana keterangan para ulama berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh al-Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih-nya.
Begitu pula seseorang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat
Jumat, maka dia menyempurnakan satu rakaat lagi setelah salamnya imam.
Adapun seseorang yang tidak mendapatkan satu rakaat pun ketika
mengikuti shalat Jumat, dia ketika masuk masjid segera mengikuti imam dan
meniatkan untuk shalat zhuhur dengan menyempurnakan empat rakaat setelah
salamnya imam.
Demikianlah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala
senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa memahami
agama-Nya dan mengamalkannya.
2. Tinggalkanlah Budaya Jahiliyah: Fanatik Suku, Kelompok, dan Partai
Khutbah
Pertama:
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ
إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا ؛ مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلَاهَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ
وَخَلِيْلُهُ ، وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ
الأُمَّةَ عَلَيْهِ ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ
وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا
بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
وَرَاقِبُوْهُ جَلَّ فِي عُلَاهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ
يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ، وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الدِّيْنِ
العَظِيْمِ اَلَّذِيْ رَضِيَهُ جَلَّ وَعَلَا لِعِبَادِهِ وَلَا يَرْضَى لَهُمْ
دِيْنًا سِوَاهُ، وَسَلُوْهُ جَلَّ فِي عُلَاهُ اَلثَّبَاتِ عَلَى الْحَقِّ
وَالهُدَىْ فَإِنَّ الأُمُوْرَ بِيَدِهِ جَلَّ وَعَلَا يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ
وَيُثْبِّتُ مَنْ يَشَاءُ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ .
أَيُّهَا
المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ:
Agama yang agung ini datang sebagai penyambung dan penguat hubungan
antar sesama. Islam datang memperindah tatanan bukan membuatnya terpecah dan
terbagi-bagi. Ia adalah agama yang melembutkan hati manusia setelah sebelumnya
tercerai-berai.
Islam datang mengingatkan agar umatnya waspada dari hal-hal yang
dapat memperlemah persatuan dan menjerumuskan mereka ke dalam perpecahan dan
perselisihan. Di antara bentuk peringatan tersebut adalah peringatan akan
fanatik kesukuan, kekeluargaan, atau nasab. Karena yang demikian ini adalah
sifat jahiliyah yang menjadi penyebab tercerai-berainya umat, penyebab yang
menimbulkan permusuhan dan kebencian. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat:
10).
Dan juga
firman-Nya,
هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Alquran) ini.” (QS. Al-Hajj: 78).
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi kalian adalah mereka
yang paling bertakwa kepada Allah.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Dan firman-Nya
juga,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS.
An-Nisa: 1).
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Sesungguhnya fanatik keluarga atau kedaerahan adalah sifat
jahiliyah. Contohnya seseorang yang fanatik buta kepada orang yang sekeluarga
dengannya atau sedaerah dengannya. Apapun yang dilakukan oleh kerabatnya atau
orang-orang yang berasal dari daerahnya, baik atau buruk, benar atau salah,
petunjuk atau kesesatan, ia tidak peduli. Inilah di antara sifat jahiliyah yang
hendak dikikis habis oleh agama Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
فعن أَبِي نَضْرَةَ رضي الله عنه يُحَدِّث عمَّن سَمِعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ أَيَّامِ
التَّشْرِيقِ يقول : ((أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ
وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ
عَلَى عَرَبِيٍّ ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ
إِلَّا بِالتَّقْوَى))
Dari Abi Nadhrah radhiallahu ‘anhu, dari orang yang
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di
hari-hari tasyriq. Beliau bersabda, “Ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan
bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas
orang ajam (non-Arab), tidak pula orang ajam atas orang Arab, tidak pula orang
berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam
di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar ketakwaan”.
وعن أبي مالك الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله
عليه وسلم قال : ((مَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ
جَهَنَّمَ ، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ صَامَ وَإِنْ صَلَّى ؟ قَالَ
وَإِنْ صَامَ وَإِنْ صَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ، فَادْعُوا الْمُسْلِمِينَ
بِأَسْمَائِهِمْ بِمَا سَمَّاهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُسْلِمِينَ
الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللَّهِ))
Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan barang siapa yang menyeru (memamggil)
dengan seruan-seruan (julukan) Jahiliyyah maka ia termasuk yang dicampakkan ke
dalam Jahannam”. Para sahabat radhiallahu
‘anhum bertanya, “Sekalipun dia shalat, berpuasa, dan menyangka dirinya
muslim?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “(Ya) Sekalipun
dia shalat dan berpuasa serta mengaku dirinya Islam. Panggilan kaum muslimin
dengan nama-nama mereka dengan nama-nama yang telah Allah ‘Azza wa Jalla
berikan kepada mereka yaitu kaum muslimin, mukiminin, dan hamba-hamba Allah”.
وعن أبيّ بن كعب رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال : ((مَنْ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعِضُّوهُ وَلَا
تَكْنُوا))
Dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membangga-banggakan diri dengan
kebanggaan jahiliyah, tahan dia (supaya tidak terus bicara) dan jangan
(diterus-teruskan hingga) dinyatakan secara terang-terangan”.
وعن ابن مسعود رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال : ((مَنْ أَعَانَ قَوْمَهُ عَلَى ظُلْمٍ فَهُوَ كَالْبَعِيرِ الْمُتَرَدِّي
يُنزَع بِذَنَبِهِ))
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membantu kaumnya dalam
kezhaliman, ia ibarat seekor unta yg jatuh dari tempat tinggi dan diangkat dgn
ekornya”.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال : ((إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ ، مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ ،
والنَّاسُ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ ، لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ
فَخْرَهُمْ بِرِجَالٍ أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِدَّتِهِمْ
مِنْ الْجِعْلَانِ الَّتِي تَدْفَعُ بِأَنْفِهَا النَّتَنَ))
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla
telah menghilangkan dari kalian kesombongan Jahiliyyah dan membangga-banggakan
nenek moyang. Yang ada adalah orang beriman yang bertaqwa dan orang jahat yang
celaka. Kalian ini anak cucu Adam, dan Adam berasal dari tanah. Oleh karena
itu, hendaknya seseorang meninggalkan berbangga-bangga terhadap kaumnya, karena
ia hanyalah arang dari arang-arang Jahannam. Atau, ia di sisi Allah lebih hina
daripada kumbang yang mendorong-dorong kotoran dengan hidungnya.”
Hadits-hadits di atas adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dalam Musnad-nya.
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Wajib bagi seorang muslim untuk merenungi dan mensyukuri nikmat
hidayah yang telah Allah berikan. Hendaknya seorang muslim juga mengetahui
hakikat agamanya, agama Islam ini. Mengetahui kemuliaan dan keagungannya dengan
sebenar-benarnya. Dan menyadari bahwa inti agama ini adalah menaati Allah Jalla
wa ‘Ala
dan mengikuti syariat-Nya.
Seorang muslim juga harus menjauhi sifat-sifat fanatik seperti yang
telah disebutkan tadi. Sikap yang sama sekali tidak dituntunkan oleh Allah.
Kemuliaan yang hakiki adalah taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Ayyuhal mukmin ibadallah,
Barangsiapa yang mencela seseorang dalam hal demikian, karena dia
keluarga fulan atau yang lain, atau celaan semisal “dasar Jawa!”, “tidak heran,
kamu Batak”, “orang Papua, tidak ada apa-apanya”, “dasar Sumatera”, dan serupa
dengan hal itu, yang dia cela menjadi lebih baik di sisi Allah 10x lipat atau
bahkan 100x lipat dari orang yang mencela.
Karena itu, hendaklah kita bertakwa kepada Allah Jalla wa ‘Ala.
Karena orang yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa
kepada-Nya.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ ،
وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِ المُسْلِمِيْنَ أَيْنَمَا كَانُوْا عَلَى البِرِّ
وَالتَّقْوَى ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ وَالْهُدَى ، وَأَعِذْهُمْ
مِنَ الْفِتَنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ وَمِنْ نَزَغَاتِ الشَّيْطَانِ وَمِنْ
شُرُوْرِ النَّفْسِ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ
رَبِّي لَسَمِيْعُ الدُّعَاءِ .
Khutbah
Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ . أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا
اللهَ تَعَالَى.
عِبَادَ اللهِ :
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya,
dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ مِنَ المُهَاجِرِينَ رَجُلٌ لَعَّابٌ فَكَسَعَ
أَنْصَارِيًّا فَغَضِبَ الأَنْصَارِيُّ غَضَبًا شَدِيدًا حَتَّى تَدَاعَوْا ،
وَقَالَ الأَنْصَارِيُّ: «يَا لَلْأَنْصَارِ» ، وَقَالَ المُهَاجِرِيُّ: «يَا
لَلْمُهَاجِرِينَ» ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: ((مَا بَالُ دَعْوَى أَهْلِ الجَاهِلِيَّةِ؟)) ثُمَّ قَالَ عليه الصلاة
والسلام : ((مَا شَأْنُهُمْ ؟ )) فَأُخْبِرَ بِكَسْعَةِ المُهَاجِرِيِّ
الأَنْصَارِيَّ ، فقَالَ عليه الصلاة والسلام: ((دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ))
Di antara Kaum Muhajirin itu ada seorang laki-laki yang pandai
memainkan senjata lalu dia memukul pantat seorang sahabat Anshar sehingga
menjadikan orang Anshar ini sangat marah, lalu dia berseru seraya berkata,
“Wahai Kaum Anshar”. Laki-laki Muhajirin tadi menimpali dan berseru pula,
“Wahai Kaum Muhajirin”. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang dan bersabda, “Mengapa seruan-seruan kaum jahiliyah masih saja terus
dipertahankan?” Kemudian beliau bertanya, “Apa yang terjadi dengan mereka?”
Lalu beliau diberitahu bahwa ada seorang sahabat Muhajirin yang memukul pantat
seorang shahabat Anshar. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tinggalkanlah seruan itu karena hal semacam itu tercela (buruk).”
Ibadallah,
Rasulullah melarang para sahabatnya menyebut-nyebut “Muhajirin”
“Anshar”, padahal kedua panggilan ini adalah nama-nama yang syar’i, artinya
berasal dari syariat. Penyebutan kedua nama tersebut sering tertera di dalam
Alquran dalam bentuk pujian. Sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya
selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS.
At-Tubah: 100).
Akan tetapi, ketika nama-nama tersebut membangkitkan fanatisme
kesukuan, kelompok, dan kedaerahan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan peringatan dengan peringatan yang keras. Sebagaimana sabda beliau,
دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ
“Tinggalkanlah seruan itu karena hal semacam itu tercela (buruk).”
Kalau panggilan dengan nama yang syar’i saja dilarang, bagaimana
kiranya seseorang ta’ashub, fanatik dengan nama-nama dari luar syariat, atau
bahkan dengan nama-nama yang memang rusak dan jelek, nama-nama kelompok
suporter, nama-nama geng, nama-nama partai, dll. Nama-nama yang memang memecah
belah umat Islam, nama-nama yang mengandung eksklusifitas, bahkan permusuhan
dan kebencian.
Waspadailah wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah dari semua
hal-hal yang demikian. Bersemangatlah dalam meniti jalan kebenaran dan petunjuk
berdasarkan Alquran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jauhilah sifat-sifat fanatik dan eksklusif yang menyebabkan umat
Islam berpecah belah dan tercerai-berai. Semua itu hanya menjadikan umat Islam
lemah. Dan perbuatan demikian sama sekali tidak terpuji.
Ya Allah, wahai Rabb kami. Kami hadapkan jiwa-jiwa kami kepada-Mu,
memohon kepada-Mu dengan nama-nama-Mu yang maha terpuji dan sifat-sifat-Mu yang
maha tinggi. Kami mengakui dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali hanya Engkau. Persatukanlah umat Islam, umat Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, di atas kebenaran, petunjuk, kebaikan, dan ketakwaan.
Ya Allah, lembutkanlah hati-hati di antara kami. Perbaikilah
hubungan di antara kami. Berilah kami semua petunjuk kepada jalan-jalan
keselamatan, wahai Engkau pemilik kemuliaan dan keagungan.
Ya Allah, lindungilah kaum muslimin dimanapun mereka berada.
Lindungilah mereka dari perpecahan dan pengkotak-kotakan. Ya Allah, satukanlah
shaf kami. Satukanlah kalimat kami. Dan tundukkanlah hati kami pada kebenaran,
wahai Rabb sekalian alam.
3. Ka’bah Lambang Persatuan
Umat Islam
Khutbah
Pertama :
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ
إِلَيْهِ , وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا , مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا
هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا
بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّ مَنِ
اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .
Ka’bah yang mulia, kiblat kaum muslimin, dialah rumah suci yang
pertama kali orang-orang bersafar kepadanya dari segala penjuru. Ibrahim ‘alaihissalam
membangun ka’bah karena menjalankan perintah Allah, lalu iapun berdoa dengan
penuh kerendahan dan ketundukan agar diterima amalannya
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (١٢٧)
“Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).
Renungkanlah kondisi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, ia telah
membangun ka’bah lalu iapun berdoa Robnya dengan penuh ketundukan agar diterima
oleh Allah. Maka seluruh amalan sholeh kita membutuhkan kehadiran hati dan doa
yang tulus agar diterima oleh Allah.
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ
قِيَامًا لِلنَّاسِ
“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat
(peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia” (QS. Al-Maidah: 97).
Ka’bah adalah kiblat kaum muslimin di seluruh kondisi mereka dan
seluruh ibadah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
وَالْمَسْجِدُ الحَرَامُ قِبْلَتُكُمْ أَحْيَاءً
وَأَمْوَاتاً
“Dan Al-Masjidil Haram adalah kiblat kalian, hidup dan mati kalian.”
Kerinduan kepada tanah suci merupakan bisikan hati setiap muslim,
kerinduan untuk mengajak jiwa ke kota yang aman (Mekah), kaum muslimin tidak
pernah merasa puas, mereka datang lalu mereka kembali ke keluarga mereka lalu
mereka kembali lagi ke kota tersebut. Allah berfirman,
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ
“Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka.”
(QS. Ibrahim: 37).
Ka’bah merupakan tempat berkumpul manusia, maka barang siapa yang
melakukan dosa atau kesalahan lalu ia thawaf di ka’bah kemudian sholat
menghadap kiblat, atau ia berhaji kepada ka’bah agar diampuni dosanya dan
meluruskan kembali jalannya dan kembali bersih dari dosanya sebagaimana hari ia
dilahirkan oleh ibunya.
Ibrahim ‘alaihissalam telah memohon kepada Allah agar
memberikan keamanan dan ketenteraman di ka’bah. Dan tidak akan tenang kehidupan
tanpa dalah keamanan, dan tidak nikmat minum tanpa ketenteraman. Jika rasa
takut telah tersebar maka rusaklah dunia, susahlah kehidupan, dan manusia akan
diserang dengan rasa takut dan kegelisahan. Allah berfirman,
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (٣)الَّذِي
أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (٤)
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraish: 3-4).
Nampaklah persatuan umat dalam thawaf di seputar ka’bah, kesatuan
dalam perkataan, perbuatan, dalam menjalankan syariat-syariat Allah, dan mendatangi
lokasi-lokasi manasik. Dimana hati-hati bersatu di sekitar ka’bah Allah Yang
Maha Agung, jasad-jasad saling mendekat, padahal dari berbagai jenis dan bahasa
dan warna kulit yang berbeda-beda. Semuanya menuju ke kiblat yang satu agar
bersatu suara mereka, agar bersih hati-hati mereka, barsatu barisan mereka,
tergabunglah kekuatan mereka, suatu fenomena yang menanamkan dalam hatimu
pengertian “persatuan”, “satu tubuh”, “hakikat persatuan umat” yang sedang
dilanda dengan pemikiran-pemikiran yang saling bertentangan, kontradiktif cara
pandang, dan tersebarnya sikap saling menjauh. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ
رِقَابَ بَعْضٍ
“Janganlah setelahku kalian kembali menjadi kafir saling memukul
leher diantara kalian.”
Dan semoga kumpulan kaum muslimin yang berkah yang berkumpul sekitar
ka’bah dengan jasad-jasad mereka menepis perpecahan, menolak pertikaian, dan
membenci perselisihan.
Dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Tsauban radhiallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
وَإِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا
قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ
لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا
مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ
مَنْ بِأَقْطَارِهَا – أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا – حَتَّى يَكُونَ
بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Rabku berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya jika Aku
telah menetapkan suatu keputusan maka tidak akan tertolak, dan sesungguhnya Aku
telah memberikan kepadaku bagi umatmu bahwa Aku tidak akan membinasakan mereka
dengan musim paceklik yang menyeluruh, dan Aku tidak akan menjadikan mereka
dikuasai oleh musuh selain dari mereka yang membinasakan mereka seluruhnya,
meskipun seluruh orang yang ada di dunia berkumpul untuk membinasakan mereka,
sehingga sebagian mereka membunuh yang lainnya, dan sebagian mereka menawan
yang lainnya.”
Umat yang terpilih ini akan senantiasa terjaga dari penguasaan
musuhnya selama mereka tetap bersatu pada, sehingga jika mereka saling
menyerang diantara mereka, saling membunuh diantara mereka, maka mereka akan
dikuasai oleh musuh dari selain mereka, dan akhirnya musuh tersebut akan
menghalalkan perkara-perkara kehormatan mereka.
Sejarah telah bercerita, bahwasanya umat ini jika menjauh dari jalan
yang lurus lalu sebagian mereka membinasakan sebagian yang lainnya, saling
menzalimi diantara mereka, jadilah saling menyerang, saling membunuh, maka
hilanglah pamor umat ini dan musuh mereka akan menguasai mereka. Maka hancurlah
bangunan mereka, ditimpa dengan kehinaan, kemunduran, dan kesudahan yang buruk.
Allah berfirman :
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا
فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu.” (QS. Al-Anfaal: 46).
Ka’bah merupakan pusat bumi, Allah berfirman
لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا
“Supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah)
dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.” (QS. Asy-Syuraa: 7).
Maka seluruh yang ada di atas muka bumi maka di sekeliling ka’bah,
agar umat ini menjadikan pusat yang tetap ini sebagai tempat towaf seluruh
kehidupan, agar umat ini menerima dari pusat ini manhajnya yang tetap, dan
dasar yang kokoh, kemurnian sumbernya, dan jelasnya tujuannya. Hendaknya umat
ini terus membawakan nilai-nilai ini setiap hari, bahkan setiap sholat, tatkala
umat ini menghadap ka’bah Allah.
Dan ka’bah adalah kiblatnya kaum muslimin, dan kaum muslimin kiblat
mereka adalah ka’bah, hal ini menjadikan bagi umat ini memiliki kejayaan dan
keistimewaan kemuliaan, cita-cita yang tinggi, karena umat ini adalah umat yang
memimpin dan mengendalikan. Umat ini memiliki aqidahnya, pokok-pokoknya, dan
manhajnya. Dan kesalahan terjadi tatkala umat ini kehilangan kartu namanya,
kehilangan ciri khasnya, maka umat inipun hidup sebagai pengekor dan bukan
sebagai yang diikuti, sebagai anak buah dan bukan sebagai pemimpin.
Dan ka’bah merupakan tempat yang diberkahi oleh Allah,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي
بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)
manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali ‘Imran: 96).
Diantara keberkahan ka’bah adalah firman Allah:
يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا
“Yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam
(tumbuh- tumbuhan) untuk menjadi rizki (bagimu) dari sisi Kami.” (QS.
Al-Qashas: 57).
Diantara keberkahannya adalah ibadah yang selalu berkesinambungan di
ka’bah, pahala dilipat gandakan, banyaknya kebaikan, dan ampunan Allah. Allah
berfirman,
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (٢٩).
“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah
yang terbebaskan itu (Baitullah).” (QS. Al-Haj: 29).
Dan ka’bah dinamakan dengan (الْعَتِيْقِ) “terbebaskan” karena Allah
telah membebaskannya dari orang-orang yang sombong dan orang-orang kafir yang
hendak menguasai ka’bah hingga hari kiamat.
Dan di ka’bah ada hajar aswad yang turun dari surga, dan ia adalah
batu yang tidak memberi kemudhorotan dan tidak juga kemanfaatan. Dan
orang-orang mengetahui bahwasanya menciumnya dan mengusapnya adalah untuk
mengikuti contoh perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
telah bersabda,
لَيَبْعَثَنَّ اللهُ الحَجَرَ يَوْمَ القِيَامَةِ لَهُ
عَيْنَانِ يَبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ، يَشْهَدُ لِمَنِ اسْتَلَمَهُ
بِحَقٍّ
“Allah akan membangkitkan hajar aswad pada hari kiamat, memiliki dua
mata yang digunakan untuk melihat, dan lisan yang berbicara, untuk
mempersaksikan orang yang mengusapnya dengan kebenaran.”
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan di
akhir zaman
“Akan ada suatu pasukan yang menyerang ka’bah, dan tatkala mereka
berada di suatu daratan di bumi maka Allah pun membenamkan mereka dari awal
hingga akhir mereka”. Aisyah berkata, “Aku berkata, Wahai Rasulullah bagaimana
dibenamkan mereka seluruhnya dari awal hingga akhir sementara diantara mereka
ada yang bekerja di pasar, dan ada yang bukan dari golongan mereka?. Nabi
berkata, “Dibenamkan seluruhnya dari awal hingga akhir mereka, lalu
dibangkitkanlah mereka sesuai dengan niat-niat mereka”. (HR Al-Bukhari)
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ
لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah
Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ
الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ : اِتَّقُوْا اللهَ عِبَادَ اللهِ
.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Keutamaan hari-hari dunia adalah hari-hari yang sepuluh, yaitu
sepuluh Dzulhijjah. Dikatakan: “Apakah tidak ada yang semisalnya di jalan
Allah?” Nabi berkata : Tidak ada yang semisalnya di jalan Allah kecuali
seseorang yang membenamkan wajahnya di tanah (yang meninggal dalam jihad,
sehingga tersungkur di tanah-pen) (Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dan Ibnu
Hibbaan).
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ
ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak
ada hari-hari yang beramal sholeh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah dari
pada hari –hari ini –yaitu 10 hari Dzulhijjah-”. Mereka berkata, “Tidak juga
jihad fi sabilillah?”. Nabi berkata, “Tidak pula jihad fi sabilillah, kecuali
seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak membawa kembali
nyawa dan hartanya tersebut.” (HR. Al-Bukhari).
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ
إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا
فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintai olehNya
untuk beramal sholeh dari pada hari-hari ini. Maka perbanyaklah kalian di
hari-hari tersebut tahlil, takbir, dan tahmid” (Diriwayatkan oleh Ahmad).
Ibnu Umar dan Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhumaa mereka
berdua keluar di pasa di 10 hari Dzulhijjah dan mereka berdua bertakbir, dan
orang-orangpun bertakbir dengan takbir mereka berdua.
Daftar Pustaka :
https://risalahnet.wordpress.com/2016/04/01/kesalahan-dan-kekeliruan-yang-banyak-terjadi-di-hari-jumat/
0 komentar:
Posting Komentar